Senin, 05 November 2012

GELAR RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA TAHUN 2012 DI PROVINSI BANTEN



Sebanyak 650 relawan penanggulangan bencana (PB) mengikuti Apel Siaga Relawan PB 2012 pada Rabu siang (31/10/2012) di Stadion Maulana Yusuf, Serang, Banten yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kegiatan ini merupakan kesatuan rangkaian kegiatan dalam acara Gelar Relawan PB 2012 pada 30 Oktober – 1 November 2012 yang meliputi sarasehan PB, apel siaga relawan, bakti sosial, pameran PB, tanam mangrove dan tabur bunga di taman makam pahlawan. Tema Gelar Relawan ini adalah “Menjadi relawan yang tanggap, tangkas dan tangguh untuk mewujudkan masyarakat tangguh bencana”.
Dalam laporannya sebagai Ketua Panitia, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Drs. Muhtaruddin, M.Si., menyampaikan, “Melalui Gelar Relawan PB 2012 ini diharapkan para relawan dapat meningkatkan kemampuan, memahami tugasnya dan terampil dalam melakukan tugas kemanusiaan dalam penyelenggaraan PB. Di samping itu diperlukan penyamaan persepsi guna meningkatkan koordinasi antar kelompok/cluster relawan dan antar relawan tersebut.” 
Muhtaruddin memaparkan tentang tujuan dan sasaran Gelar Relawan PB 2012 ini. Tujuan gelar relawan adalah untuk (1) Membangun komunikasi dan koordinasi antar-relawan dalam penyelenggaraan PB, (2) Meningkatkan pemahaman dan ketrampilan relawan sesuai keahlian bidang PB, (3) Meningkatkan kesiapsiagaan dan ketrampilan relawan, dan (4) Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya PB. Sedangkan sasarannya adalah (1) Terjalinnya koordinasi yang efektif antar-relawan, (2) Meningkatnya pemahaman, kemampuan dan keterampilan serta kepedulian relawan kepada masyarakat terkait  dalam penyelenggaraan PB, dan (3) Meningkatnya kesiapsiagaan relawan dan aparatur terkait dalam PB.
Dalam kata sambutan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), DR. Syamsul Maarif, Msi., yang dibacakan oleh Sekretaris Utama BNPB, Ir. Fatchul Hadi, Dipl.H.E., menyampaikan, “Acara gelar relawan penanggulangan bencana akan kita laksanakan setiap tahun di seluruh wilayah Indonesia. Acara ini merupakan wahana untuk bersilahturahmi dan sharing informasi antar relawan penanggulangan bencana yang berasal dari unsur pemerintah, lembaga usaha dan masyarakat dalam rangka meningkatkan upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana.”
Menurut Syamsul Maarif, sejak beberapa tahun belakangan frekuensi dan intensitas bencana di Indonesia seperti gempa bumi dan tsunami, banjir, longsor, angin puting beliung semakin meningkat dan menelan korban baik nyawa maupun harta benda yang besar, sehingga menuntut kesadaran dan kesiapsiagaan karena berada pada kawasan rawan bencana. Menyadari adanya ancaman bencana tersebut, maka diperlukan upaya kesinergiaan gerak dan langkah seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam PB yang cepat, tepat, dan terpadu. Hal ini dilakukan mulai dari tahap prabencana, tanggap darurat sampai rehabilitasi dan rekonstruksi.
Sesuai amanat UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana, bahwa penanggulangan bencana merupakan urusan semua pihak, walaupun sebagai penanggung jawab adalah pemerintah. Namun demikian masyarakat sebagai garda terdepan jika terjadi bencana, maka perlu ditingkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Salah satunya dengan meningkatkan perannya sebagai relawan PB. Relawan merupakan suatu wujud tugas kemanusiaan yang patut dihargai atas peran dan tugasnya  yang tak kenal lelah dan selalu berada di samping masyarakat yang terpapar bencana.
Syamsul Maarif berpesan kepada Pemerintah dalam hal ini BNPB dan BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota hendaknya dapat mengidentifikasi dan menginventarisasi secara menyeluruh akan keberadaan relawan baik yang berasal dari pemerintah, lembaga usaha dan masyarakat yang sudah mempunyai tingkat ketrampilan tertentu dan sudah teruji melalui peran dan tugasnya dalam misi kemanusiaan darurat bencana.
Sesuai dengan keberagaman ancaman bencana dan masyarakat Indonesia, penanganan bencana di masing-masing wilayah tidak dapat dilaksanakan secara seragam, karena kondisi kearifan lokal masyarakat di suatu daerah berbeda dengan daerah lain, untuk itu peran relawan lokal yang telah mengenal budaya dan tradisi masyarakatnya  sangat dibutuhkan.
Kepada para pihak terkait dengan relawan dan para relawan itu sendiri, Syamsul Maarif menegaskan hal-hal sebagai berikut:
1.  Kepada Pemerintah Daerah kegiatan fasilitasi relawan baik berupa peningkatan kemampuan teknis maupun  gladi untuk tetap dilaksanakan karena para relawan inilah yang akan menjadi ujung tombak untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak bencana di saat kedaruratan.
2.   Kepada para pembina relawan untuk tetap menjalin kekompakan dan silahturahmi serta meningkatkan kemampuan relawan serta selalu menambah jumlahnya dengan keahlian-keahlian khusus, karena kejadian bencana secara frekuensi dan intensitasnya semakin meningkat.
3.      Kepada para pimpinan lembaga usaha, marilah kita tetap menjalin dan meningkatkan kerjasama, karena penanggulangan bencana bukan hanya tugas pemerintah, namun menjadi tanggung jawab bersama.
4.  Kepada para relawan hendaknya selalu siap siaga, sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan siap untuk dikerahkan baik dalam wilayah sendiri maupun wilayah lainnya.
Syamsul Maarif mengakhiri pidato sambutannya yang dibacakan oleh Fatchul Hadi dengan menyampaikan, “Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas peran dan sumbangsihnya terhadap peran para relawan dalam bencana tak lupa teriring doa semoga tuhan senantiasanya memberkati kesehatan, keselamatan dan tetap semangat dalam menjalankan tugas kemanusiaan.”
Peserta Apel Siaga PB 2012 dengan jumlah total 650 orang itu berasal dari berbagai unsur dari wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Peserta dari unsur Kementrian/Lembaga sebanyak 55 orang, Pemerintah daerah Banten 200 orang, DKI Jakarta 50 orang dan Jawa Barat 30 orang. Ada 7 lembaga dari unsur lembaga usaha dengan peserta sebanyak 67 orang. Dari Unsur Perguruan Tinggi ada 20 orang, dari masyarakat dan organisasi sosial masyarakat sebanyak 225 orang; serta perwakilan relawan dari Jawa Timur sebanyak 5 orang.
Penyelenggaraan Gelar Relawan PB 2012 ini dilakukan oleh BNPB dan dengan dukungan dari berbagai pihak seperti dukungan logistik dari PT. Pertamina, PT. Telkom, PT. Krama Yudha Tiga Berlian Motor, PT. Jasa Marga, PT. Garuda Indonesia dan PT. Pelindo II. Sedangkan untuk bakti sosial berupa donor darah dari PMI Banten, pengobatan masyarakat dari Sampoerna Rescue, RSI Pondok Kopi dan Baznas, serta penanaman mangrove dari Garuda Indonesia dan PLN.

















Minggu, 04 November 2012

5th AMCDRR (Asian Ministrial Conference On Disaster Risk Reduction)



Deklarasi Yogyakarta untuk Pengurangan Risiko Bencana di Asia Pasifik 2012 menjadi hasil utama dari Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana Ke-5 atau Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR Ke-5 di Yogyakarta. Acara AMCDRR Ke-5 ini ditutup secara resmi oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) DR. Syamsul Maarif, Msi., pada Kamis (25/10/2012) siang di gedung Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta. AMCDRR Ke-5 telah berlangsung selama empat hari dari tanggal 22 – 25 Oktober 2012 dan dengan dihadiri oleh 2600 peserta dari 72 negara, yang termasuk di dalamnya dua kepala negara dan 25 menteri.
Isu-isu penting yang dirangkum dalam Deklarasi Yogyakarta yang harus menjadi perhatian semua pihak meliputi, pertama mengintegrasikan pengurangan risiko bencana (PRB) dan adaptasi perubahan iklim (API) ke dalam perencanaan pembangunan di tingkat lokal. Kedua dengan melakukan kajian risiko lokal dan penganggaran. Ketiga memperkuat tata kelola risiko lokal dan kemitraan.
Butir keempat adalah membangun ketangguhan komunitas lokal. Kelima bekerja dalam kerangka kerja PRB setelah 2015. Keenam mengurangi faktor-faktor yang menjadi akar risiko bencana. Butir ketujuh adalah mengimplementasikan isu lintas sektor dalam Kerangka Aksi Hyogo.
Hal yang menjadi pertimbangan utama dalam deklarasi tersebut adalah bahwa negara-negara di kawasan Asia Pasifik menyadari meningkatnya jumlah kejadian bencana dan perubahan iklim dalam dua tahun terakhir yang sangat signifikan.
Dalam konperensi pers setelah penutupan AMCDRR Ke-5, Perwakilan Khusus dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangasa-Bangsa (PBB) untuk Pengurangan Risiko Bencana sekaligus Kepala Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, Margareta Wahlstrom mengatakan bahwa konferensi merupakan terobosan besar dalam pemastian dalam membangun ketahanan atas bencana dan pengurangan risikonya telah terpatri dalam agenda pembangunan pasca 2015. Dunia telah selalu berpatokan pada Asia sebagai pemimpin dalam pengelolaan bencana dan Deklarasi Yogyakarta menggariskan dengan jelas apa-apa saja pengharapan region ini untuk sebuh perjanjian internasional baru tentang pengurangan risiko bencana.
Margareta Wahlstrom mengakui bahwa masih ada yang harus ditingkatkan dalam konferensi yang sudah berlangsung tersebut. Contohnya adalah belum tersedia data-data rinci untuk memperkuat argumen pemerintah yang mengklaim telah berhasil dalam upaya pengurangan risiko bencana, berapa angka kongkrit jumlah sekolah aman, rincian anggaran yang sudah dikeluarkan, berapa anak yang sudah terselamatkan, berapa banyak kaum perempuan yang terselamatkan serta berapa banyak tingkat penurunan korban bencana alam.
Menurut Margareta Wahlstrom Deklarasi Yogyakarta ini bersifat himbauan dan tidak ada sanksi langsung bagi negara yang tidak melaksanakannya karena tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Akan tetapi dirinya akan memastikan bahwa deklarasi yang sifatnya himbauan tersebut akan dilaksanakan oleh semua negara peserta konferensi. “Deklarasi ini lahir dari komitmen masing-masing negara, jadi bagaimana bisa komitmen yang dibuat sendiri, tidak dilaksanakan,” katanya.
Hasil-hasil dari AMCDRR Ke-5 ini akan dibahas dan dievaluasi pada pertemuan tingkat menteri selanjutnya yang akan berlangsung di Thailand pada tahun 2014. Selain itu, Deklarasi Yogyakarta ini juga akan dibawa dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction di Jenewa, Swiss pada bulan Mei 2013.



Sabtu, 03 November 2012

BIMBINGAN TEKNIS SISTEM INFORMASI KEBENCANAAN



Data dan informasi merupakan jantung dari penanggulangan bencana sehingga pentingnya kesadaran akan pengkoordinasian dalam pengelolaan dara dan informasi kebencanaan demi terwujudnya data dan informasi yang akurat serta terintegrasi antara pusat dan daerah seiring perkembangan informasi dan komunikasi yang diperlukan pada saat pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Dari hal tersebutlah, BNPB mengadakan kegiatan Bimibingan Teknis Sistem Informasi Kebencanaan yang dilaksanakan pada tanggal 7 s.d 9 Oktober 2012, bertempat di Hotel Millenium, Jakarta Pusat. Acara dibuka oleh Kepala Pusdatin dan Humas BNPB, Dr. Sutopo Purwo Nugroho, dan diikuti oleh 50 orang peserta yang terdiri dari staf pengelola data dan informasi kebencanaan BNPB dan BPBD dari 20 Provinsi di Indonesia.
Materi-materi yang disampaikan meliputi :
§    Standardisasi Data kebencanaan oleh Kabid Data Pusdatin dan Humas BNPB (Dr. Agus Wibowo, M.Sc). Pada materi ini dijelaskan standardisasi data sebagai panduan dan pedoman bagi seluruh pengelolaan data bencana di Indonesia, pentingnya keseragaman dalam format data bencana untuk seluruh BPBD Provinsi/Kab./Kota di seluruh Indonesia, alur data bencana, data pra bencana, data tanggap darurat dan data pasca bencana; 
 -  Sistem Informasi Kebencanaan oleh Kabid Informasi Pusdatin dan Humas BNPB (Ir. Neulis Zuliasri, M.Si). pada materi ini dijelaskan tentang Sistem informasi kebencanaan harus mampu menjadi sarana terigtegrasi mulai dari pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian informasi sesuai kebutuhan tiap fase penanggulangan bencana, sehingga bisa menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh pimpinan dengan sesegera mungkin, akurat dan tepat sasaran;
-       Training IT Network. Materi ini menjelaskan tentang konsep dasar jaringan.
-           Pelatihan penggunaan Sistem Informasi Kebencanaan Terpadu.
Dari kegiatan ini dapat diambil beberapa hal sebagai berikut :
-           Penguatan teknologi informasi untuk penguatan BNPB dan BPBD merupakan hal yang esensial karena melalui kegiatan tersebut akan menghasilkan sumber daya informasi yang sangat berguna, terutama dalam  menyelesaikan tugas-tugas terencana dalam rangka pra bencana sekaligus kemampuan didalam mengelola informasi dalam mendukung kegiatan tanggap darurat maupun pemulihan;
-           Kesiapan personil BNPB dan BPBD dalam alih teknologi merupakan prioritas utama untuk keberlangsungan operasional sistem informasi yang telah ada, serta penambahan dan peningkatan peralatan yang sesuai adalah aspek yang perlu diperhatikan.




RENCANA KONTINJENSI DAN GELADI POSKO (TTX)



Provinsi Banten yang rawan terhadap bencana memerlukan upaya konkret dalam penanganannya sehingga korban jiwa maupun kerugian harta benda yang ditimbulkan akibat bencana dapat diminimalisir. Rencana Kontinjensi dan Geladi Posko merupakan salah satu upaya yang merupakan bagian dari kegiatan Pra bencana menjadi sangat penting untuk dilaksanakan. Berdasarkan itulah BNPB melalui BPBD Provinsi Banten mengadakan kegiatan Rencana Kontinjensi pada tanggal 1-2 Oktober 2012 di Hotel Mahadria dan Geladi Posko (TTX) yang dilaksanakan pada 8-12 Oktober 2012 bertempat di Hotel Kharisma Beach and Resort. Acara ini diikuti oleh BPBD Kab./Kota se-Provinsi Banten dan Dinas Instansi yang terkait penanggulangan Bencana di provinsi Banten serta Korem 062 Maulana Yusuf dan Polda Banten.
Perencanaan Kontinjensi (Contingency plan) adalah merupakan salah satu dari dari 9 (sembilan) kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap dalam tahapan kesiapsiagaan. Perencanaan kontinjensi (Renkon) adalah suatu proses perencanaan ke depan dalam keadaan yang tidak menentu dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau kritis. Perencanaan Kontinjensi ini diperlukan sebagai langkah kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana/kedaruratan, termasuk kesiapsiagaan masyarakat. Dengan peningkatan upaya kesiapsiagaan melalui penyusunan rencana kontinjensi, akan dapat mengurangi ketidak-pastian dampak bencana melalui pengembangan skenario dan asumsi-asumsi proyeksi kebutuhan untuk tanggap darurat.
Rencana kontinjensi merupakan dokumen hidup (living document) yang harus direview secara berkala oleh pengambil kebijakan. Dokumen tersebut pada prinsipnya adalah komitmen atau kesepakatan bersama seluruh pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana baik pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha khususnya dalam penanganan darurat bencana yang diformalisasikan. Dalam hal bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi berubah menjadi Rencana Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi (Operational Plan) setelah terlebih dahulu melalui kaji cepat (rapid assessment). Pada kegiatan ini rencana kontinjensi yang ditentukan adalah bencana banjir di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.