p
|
erencanaan
Penanggulangan Bencana dilaksanakan berdasarkan hasil dari pengkajian risiko
bencana. Pengkajian risiko bencana menghasilkan Kajian Risiko Bencana yang
menjadi dasar kebijakan penanggulangan bencana daerah. Selain itu Pengkajian
risiko Bencana juga menghasilkan Peta Risiko Bencana yang menjadi dasar
penetapan lokus kebijakan penanggulangan bencana pada suatu daerah. BNPB telah
memfasilitasi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana untuk 33 Provinsi di
Indonesia. Saat ini proses penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana tersebut
telah memasuki fase assistensi di tingkat nasional oleh BNPB.
Pada Tanggal 9-10 Mei
2012, bertempat di Hotel Borobudur, Jl. Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, dilaksanakan
Kegiatan Review Penyusunan Draft Rencana Penanggulangan Bencana untuk Provinsi DKI
Jakarta, Banten,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur.
Pada kegiatan yang dihadiri narasumber
dari Kedeputian 1, Kedeputian 2, Kedeputian 3,
Kedeputian 4, Biro Perencanaan BNPB, Tim Asistensi Kajian Risiko Bencana, Tim
Asistensi RPB Provinsi dan Kepala Pelaksana BPBD Provinsi
Banten, Drs.
Suyadi Wiraatmadja, dihasilkan rekomendasi tindak lanjut sebagai
berikut :
1. Umum
a. Dokumen RPB perlu
dibuat lebih ringkas. Sesuai dengan kisi-kisi yang telah ditetapkan untuk
penulisan dokumen RPB Provinsi.
b. Tambahkan daftar isi,
daftar tabel dan daftar gambar.
c. BPBD Daerah mengkoreksi
ulang review yang dibuat oleh konsultan.
d. Perlu diperkuat
karakter partisipatif, sinkronisasi dan harmonisasi dalam dokumen RPB antar
instansi dan institusi terkait penanggulangan bencana.
e. Tindakan terpadu untuk
menyelenggarakan penanggulangan bencana harus spesifik berdasarkan kajian
risiko bencana. Keterpaduan ini dapat terlihat dalam pembebanan anggaran baik
nasional, daerah, dan berbagai sumber daya daerah, dalam institusi terlibat
serta aktivitas penanggulangan bencananya.
f.
RPB
Provinsi ini sedapat mungkin dapat dijadikan acuan bagi kabupaten/kota di
wilayah provinsi dalam menyusun RPB Kabupaten/kota masing-masing.
g. Perlu diperlihatkan
konektivitas dan kerjasama antar pemerintahan bertetangga secara lebih jelas
untuk real. Baik dalam konten kegiatan, anggaran maupun kawasan kerjasama.
h. Tambahkan daftar
kebutuhan peralatan dan perlengkapan berdasarkan tingkat ancaman dan prioritas
ancaman yang mengancam daerah.
i.
Cover
di buat berbeda antar provinsi.
j.
Kalau
memungkinkan dibuat sedikit analisis singkat terkait pembangunan jembatan antar
sumatera jawa
2.
Bab 1
a. -
3.
Bab 2
a. Perlu dilakukan analisa
untuk memperoleh trend kejadian per bencana.
b. Tambahkan tabel sejarah
bencana dan persentase (dalam bentuk chart) 3 tahun terakhir kejadian bencana
di setiap provinsi.
c. Tambahkan grafik
kecenderungan (trend) kejadian bencana berdasarkan data DIBI.
4.
Bab 3
a. Data hasil pengkajian
Risiko Bencana belum dipaparkan untuk setiap bencana. Penjabaran data dan
analisis dari matriks kajian risiko berdasarkan peta risiko bencana perlu
ditambahkan.
b. Kajiannya keluarkan
dulu baru matriks nya.
c. Peta kerentanan masih
perlu direvisi berdasarkan metodologi yang benar.
d. Peta kapasitas sesuai
dengan metodologi pengkajian risiko bencana dibuat untuk 1 daerah bukan untuk
setiap ancaman yang ada.
e. Analisis ancaman,
kerentanan dan kapasitas serta risiko perlu diberikan tambahan paparan terkait
metodologi kajian.
f.
Penjelasan
teori dan parameter setiap komponen analisa, tetap berdasarkan pada metode dan
parameter yang digunakan dalam setiap pengkajian, jangan terlalu melebar dari
metode tersebut.
g. Kerentanan setiap
ancaman bencana, perlu dipaparkan dalam kerangka indikator yang telah
disepakati sesuai dengan Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana.
h. Kajian Kapasitas perlu
diperjelas dan difokuskan kepada hasil pengkajian untuk setiap indikator.
i.
Kajian
risiko dan multi risiko perlu ditambahkan dan diperjelas. Selain dalam bentuk
pemaparan data dan metodologi, tingkat risiko dan multi risiko ditambahkan
dengan peta nya.
5.
Bab 4
a. Kebijakan
penanggulangan bencana yang ada belum disusun berdasarkan kajian kapasitas dan
peta risiko bencana.
b. Penetapan bencana
prioritas berdasarkan kecenderungan kejadian dan tingkat risiko perlu
ditambahkan.
c. Zona Prioritas Penanggulangan
Bencana belum mencerminkan metode intervensi teknis provinsi ke kabupaten/kota.
Perlu dipertegas dan di kuantitatif kan.
6.
Bab 5
a. Tambahkan program dan
kegiatan per bencana.
b. Secara umum
kegiatan-kegiatan yang direncanakan lebih dibuat bersifat kuantitatif.
c. Intervensi provinsi ke
pemerintah kabupaten/kota lebih perlu diperjelas, sambungkan dengan zona
prioritas penanggulangan bencana.
d. Masukkan program dan
kegiatan terkait pengadaan peralatan dan asset terkait penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
e. Anggaran per pagu
indikatif kegiatan perlu direview berdasarkan data kajian risiko bencana.
f.
Program
generik, masukan untuk partisipasi masyarakat dan kemitraan.
g. Pertimbangkan kembali
pola intervensi yang nantinya akan berpengaruh pada indikator keberhasilan
khususnya lokasi intervensi dan bencana prioritas.
h. Lengkapi institusi
terlibat dalam setiap kegiatan.
i.
Bila
anggaran terbatas, cukup intervensi pada bencana-bencana prioritas.
j.
Struktur
runut penulisan kegiatan pada rincian indikatif distrukturkan kembali mengacu
kepada kajian kapasitas.
k. Kebutuhan peralatan
belum tercermin, sambungkan antara kebijakan dan strategi dengan kebutuhan
lapangan.
7.
Bab 6
a. Perlu penjelasan
terhadap mekanisme yang lebih rinci terkait upaya monitoring dan evaluasi.
Objek monitoring dan evaluasi perlu dibuat lebih spesifik.
8.
Bab 7
a. -
b.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Banten Saat memberikan masukan dan gambaran umum tentang situasi kebencanaan di Provinsi Banten
Drs. Lilik Kurniawan, Kasubdit Pencegahan Direktorat Pengurangan Risiko Bencana, BNPB,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.